Ekspor Pasir Laut RI Ancam 34 Ribu Orang Nganggur, PDB Turun Rp 1,22 T

Ilustrasi penambangan pasir laut. (Foto: Istokc)

Nataindonesia.com – Studi lembaga penelitian ekonomi dan kebijakan publik, Center of Economic and Law Studies (Celios) menyimpulkan, langkah pemerintah membuka keran ekspor pasir laut akan membuat Indonesia kehilangan produk domestik bruto (PDB) Rp 1,22 triliun. Sebanyak 34 ribu tenaga kerja terancam kehilangan pekerjaan.

Dilansir Kumparan.com (Rabu 2 Oktober 2024), Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menuturkan meskipun ekspor pasir laut dipandang bisa memuat negara meraup cuan, tetapi menurut dia potensi keuntungan bagi negara terbilang kecil.

“Simulasi yang dilakukan menemukan dampak negatif pada PDB sebesar Rp 1,22 triliun, dan pendapatan masyarakat akan menurun hingga Rp 1,21 triliun,” kata Nailul.

Ia menjelaskan, studi yang dilakukan oleh Celios menemukan adanya klaim berlebihan dari pemerintah tentang peningkatan keuntungan dari ekspor pasir laut.

Sebab, dalam studi ini ditemukan pendapatan negara estimasinya hanya bertambah Rp 170 miliar jika menghitung dampak tidak langsung ke sektor lapangan usaha secara keseluruhan. Kemudian pengusaha ekspor pasir laut mendapat keuntungan sebesar Rp 502 miliar.

Baca Juga:  Palestina Israel Satu Genetik

Akan tetapi, angka-angka tersebut harus dibayar oleh kerugian yang dialami oleh pengusaha di bidang perikanan. Ini berkaitan dengan kehancuran ekosistem laut, tingginya erosi pantai, rusaknya terumbu karang, dan hilangnya biodiversitas laut akibat kebijakan ini.

Selain itu, masyarakat pesisir, terutama nelayan, juga terancam kehilangan mata pencaharian akibat rusaknya habitat perikanan tangkap, sehingga produksi akan menurun.

Sehingga, lanjut Nailul, sejumlah 2,7 juta m3, ada penurunan nilai tambah bruto sektor perikanan yang ditaksir mencapai Rp 1,59 triliun. Ditaksir pendapatan nelayan yang hilang Rp 990 miliar.

Sebanyak 36.400 Lapangan Kerja Terancam Hilang

Kebijakan pada akhirnya ini dapat mengurangi lapangan pekerjaan di sektor perikanan untuk 36.400 tenaga kerja. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, menuturkan pada akhirnya kebijakan ini akan membuat angka pengangguran di kawasan pesisir semakin tinggi.

“Ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir. Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal bukan padat karya. Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing,” terang Bhima.

Baca Juga:  Parah ! Polisi Yang Terlibat Kasus Ferdi Sambo Naik Jabatan

Selain itu, Bhima menyebut penambangan pasir laut juga berdampak pada kerusakan habitat laut yang sulit untuk diperbaiki dalam jangka panjang. Hal ini akan mengganggu agenda keberlanjutan Indonesia, yaitu hilangnya potensi blue carbon dan ekosistem ekonomi biru jika eksploitasi pasir laut dilanjutkan.

“Padahal diperkirakan Indonesia memiliki potensi 17 persen karbon biru dari total seluruh dunia, setara 3,4 giga ton. Hal ini selaras dengan target pemerintahan ke depan yang ingin mengoptimalkan kredit karbon USD 65 miliar atau Rp 994,5 triliun.” tutup Bhima.

Dalam hal ini, Celios mengusulkan empat rekomendasi bagi pemerintah, meliputi:
Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta aturan turunannya guna melindungi ekosistem pesisir dan kesejahteraan nelayan lokal.

Menghentikan seluruh proses penerbitan izin penambangan pasir laut baik untuk domestik dan ekspor.
Mendorong potensi ekonomi restoratif di pesisir yang selaras dengan perlindungan lingkungan hidup seperti pengolahan produk perikanan bernilai tambah, budidaya rumput laut, dan ekowisata berbasis pesisir.

Baca Juga:  Tambahan Fasilitas Kereta Api Ekonomi dan Harga Tiketnya

Menyusun program restorasi ekosistem laut yang rusak akibat pencemaran air, penebangan hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, dan reklamasi pantai.

Keputusan pemerintah melegalkan ekspor pasir laut ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024. Selain itu, sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga merevisi dua aturan yang menyangkut hal ini.

Dua aturan yang direvisi Zulhas meliputi Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Aturan-aturan ini merupakan beleid turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 26/2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut. (*)