Politik Alat Perlawanan kepada Belanda
Perjuangan Bangsa Indonesia bebas dari penjajah Belanda sangat panjang hingga memakan waktu 3,5 Abad. Ada yang melalui perlawanan gerilya atau perang secara fisik, ada pula yang lewat parlemen, perlawanan secara politik.
Belanda yang semula datang ke Nusantara untuk berdagang perlahan kemudian melakukan penjajahan. Rayuan dan Intimidasi kepada pengkhiat rakyat memberi jalan mulus bagi belanda untuk berbuat sewenang-wenang terhadap pribumi. Mereka perlahan juga mulai memberlakukan aturan-aturan pemerintahan hindia belanda yang merugikan pribumi dan hanya menguntungkan belanda.
Seiring waktu, belanda semakin kejam kepada pribumi. Disaat demikian, Pribumi sudah tidak tahan dan meminta penegakan hukum yang adil kepada pemerintahan Hindi Belanda. Pribumi mulai susah dikontrol dan melawan. Para Pejuang kemudian mendesak Agar Kaum pribumu juga dilibatkan dalam menentukan kebijakan pemerintahan Hindia-belanda. Seperi penerapam hukum, hasil bumi dan keuangan.
Akhirnya Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Johan Paul van Limburg Stirum pada 1916 menyetujui hadirnya lembaga parlemen yang bernama Dewan Kolonial. Disinilah titik awal perjuangan pendahulu bangsa melakukan perjuangan kemerdekaan melalui parlemen. Di Titik ini pula, cikal bakal lahirnya lembaga pemerintahan legeslatif Indonesia yang kita kenal sekarang sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dewan Kolonial sebelum disahkan secara undang-undang, kemudian diganti nama oleh Hinda-Belanda menjadi Volksraad yang bila diterjemah ke dalam bahasa Indonesia berarti “Dewan Rakyat – Volksraad sebenarnya adalah sebuah parlemen kerakyatan yang ada di Belanda yang kemudian juga diadobsi untuk diterapkan di tanah nusantara.
Volksraad lalu dibentuk secara resmi lewat keputusan Indische Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsh-Indie, Pasal 53 sampai Pasal 80 bagian Kedua tanggal 16 Desember 1916. Tak hanya itu, kehadiran Volksraad turut diumumkan dalam Staatsblat No. 114 tahun 1916.
Semula Pemerintah Hindia-Belanda memandang Volksraad hanyalah alat untuk meredam pemberontakn pribumu seperti yang dipelopori oleh kelompok-kelompok pergerakan Sarekat Islam (SI), pimpinan dari Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Kolonial Belanda beranggapan, Volksraad tidak akan membahayakan kekuasaan kepentingan belanda. Kendati demikian, jauh dari ekspektasi Pemerintahan Hindia Belanda, Volksraad ternyata menjelma menjadi wadah perlawanan para kaum nasionalis melalui parlemen. Dari sini juga lahir nama-nama besar pejuang bangsa seperti M.H. Thamrin, Abdoel Moeis, Otto Iskandar Di Nata, dan lain sebagainya. Contoh perlawanan nyata lewat parlemen ini
Seperti yang dilakukan oleh Agus Salim Pada 1922, pada saat sidang, ia tiba-tiba tampil beda. Agus di atas podium berpidato menggunakan bahasa Melayu. Tentu Tindakannya ini merupakan bentuk perlawanan dan penegasan bahwa pribumi punya hak atas dirinya sendiri sebagai bangsa yang berdaulat dengan memakai bahasa sendiri.
Tindakan Salim semula mendapat kecamatan dari anggota lain, kemudian Salim menjawab bahwa Volksraad tidak mengatur penggunaan Bahasa dalam sidang. Padahal kala itu ada hukum tak tertulis bahwa rapat Volksraad wajib memakai bahasa belanda.
Keberanian Salim kemudian juga diiukti oleh M.H. Thamrin. Pada tahun 1938, Thamrin untuk pertama kalinya berpidato di Volksraad menggunakan bahasa Melayu yang kemudian pasca kemerdekaan dikenal sebagai Bahasa Indonesia.
Keanggotaan Awal Volksraad
Pada 21 Januari 1918, hasil pemungutan suara untuk anggota Volksraad diumumkan. Anggota terpilih dari kalangan pribumi didominasi oleh kaum priayi, di antaranya: Abdoel Moeis, M. Aboekasa Atmodirono, R. Kamil, Radjiman Wedyodiningrat, R. Sastrowidjono, Abdoel Rivai, R.A.A.A. Djajadiningrat, R.A.A. Koesoemo Joedo, R.M.A.A. Koesoemo Oetojo, dan A.L. Waworoentoe.
Menurut Fajlurrahman Jurdi dalam Hukum Tata Negara Indonesia, Volksraad memiliki struktur keanggotaan yang terdiri dari satu orang ketua yang diangkat oleh raja dan 38 orang anggota – Komposisinya yakni 15 orang kalangan pribumi, dan 23 orang mewakili golongan Eropa dan Timur Asing– yang diangkat berdasar pemilihan, perwakilan provinsi, dan pengangkatan.
Tugas dan fungsi Volksraad baru secara resmi terlaksana pada 18 Mei 1918. Disahkan oleh Gubernur Hindia Belanda Jenderal Graaf van Limburg Stirum dan yang menjadi Ketua Volksraad pertama adalah J.C. Koningsberger.
Seiring waktu, Jumlah keanggotaan pribumi yang hanya 39 persen terus naik menjadi 42 persen pada 1927, kemudian 50 persen pada tahun 1931.
Volksraad benar-benar dimanfaatkan dengan maksmila oleh para pejuang. Sejak tahuj 1930-1940 Volksraad dijadikan kendarran oleh para pejuang untuk melakukan lobi dalam hubungan intetnasional. Bahkan melalui volksraad pula, para pejuang berhasil mengajukan petisi musyawarah kepada Ratu Elizabet mengenai hajat hidup bangsa nusantara , Kendati Pengajuan petisi itu ditolak, namun hal itu telah membuktikan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia mulai bangkit dari penjajahan.
Pada saat itu, pihak Hindia belanda langsung mengeluarkan aturan baru, yaitu mengubah fungsi Volksraad menjadi dewan penasehat. Penentuan kebijakan sudah mulai dibatasi. Dengan kata lain, anggota Volksraad hanya bisa memberikan usulan untuk sebuah kebijakan, sementara keputusan secara utuh tetap berada dalam tangan Pemerintahan Hindia Belanda.
Volksraas Bubar
Segala aktivitas Volksraad berakhir saat pasukan Jepang mendarat di Hindia Belanda pada 1942. Bagi para penjajah baru itu keberadaan Volksraad tidak diakui karena bekas peninggalan koloni sebelumnya. Kemudian setelah Indonesia merdeka, dewan legislatif dibentuk kembali dengan nama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Didirikan pada 29 Agustus 1945, dengan ketua pertamanya Kasman Singodimedjo. Sedangkan nama DPR sebagai lembaga legeslatif pemerintahan seperti sekarang ini baru dibentuk pada tahun 1971. (*)