Nataindonesia.com • Cipongkor, Bandung Barat – 25 September 2025 – Dalam sebuah ironi yang mengguncang nurani publik, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi gizi nasional justru menjadi mimpi buruk bagi warga Cipongkor. Bukan hanya pelajar yang tumbang, kini seorang ibu menyusui, Siti Nuraeni (25), menjadi korban keracunan makanan yang seharusnya menyehatkan.
Siti, warga Kampung Cigombong, harus dilarikan ke Posko Kecamatan Cipongkor bersama bayinya yang baru berusia lima bulan. Ia hanya menyantap stroberi dari paket MBG yang diterimanya pada Rabu pagi. Malam harinya, nyeri perut dan pusing menyerang. Pagi berikutnya, mual dan lemas membuatnya tak mampu berdiri.
“Saya sudah delapan kali dapat MBG. Tapi kali ini… kapok. Udah enggak mau,” ucap Siti dengan suara gemetar.
Program MBG yang digagas dengan semangat mulia kini dipertanyakan efektivitas dan pengawasannya. Bagaimana mungkin makanan yang diklaim bergizi justru membuat ratusan pelajar dan ibu menyusui terkapar? Apakah distribusi dan kualitas makanan benar-benar diawasi? Atau hanya menjadi proyek ambisius tanpa kontrol yang memadai?
Dengan lebih dari 1.300 korban keracunan di Cipongkor dan Cihampelas, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk mempercepat investigasi dan penanganan.
Kasus ini menjadi alarm keras bahwa program pangan massal tidak bisa dijalankan dengan asal. Ibu menyusui seperti Siti adalah simbol dari harapan dan kehidupan. Ketika mereka menjadi korban, maka yang terluka bukan hanya tubuh, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem.
Tragedi Cipongkor bukan sekadar insiden. Ia adalah cermin retak dari sistem yang gagal melindungi yang paling lemah. Jika ibu menyusui pun tak aman, maka siapa lagi yang bisa merasa tenang?
(Red/Bhr).