Prediksi Korea Selatan Akan Bubar: Sebuah Analisis

Foto: Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan

Nataindonesia.com • Krisis politik di Korea Selatan baru-baru ini mencapai puncaknya ketika Presiden Yoon Suk-yeol mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024, hanya untuk mencabutnya dalam waktu kurang dari 12 jam. Langkah kontroversial ini memicu protes besar-besaran, tekanan internasional, dan ancaman pemakzulan dari parlemen.

Deklarasi darurat militer oleh Yoon dilakukan dengan alasan melindungi Korea Selatan dari ancaman Korea Utara dan “kekuatan anti-negara,” namun tidak ada bukti spesifik yang diberikan. Akibatnya, 190 dari 300 anggota Majelis Nasional menolak langkah tersebut melalui pemungutan suara, memaksa presiden mencabut status darurat militer.

Koalisi oposisi segera mengumumkan rencana untuk mengajukan pemakzulan terhadap Yoon, menyebut tindakannya sebagai pelanggaran konstitusi yang serius. Protes dari masyarakat dan serikat pekerja terbesar di Korea Selatan semakin memperburuk situasi, dengan ancaman mogok kerja hingga Yoon mundur dari jabatannya.

Pasar keuangan Korea Selatan juga terguncang, dengan indeks saham turun hingga 2% dan nilai tukar won terhadap dolar mencapai titik terendah dalam dua tahun terakhir1. Langkah Yoon menarik perhatian dunia internasional, dengan negara-negara seperti AS dan Jerman menyuarakan kekhawatiran mereka hingga pada 14 Desember 2024, parlemen Korea Selatan akhirnya mengambil langkah signifikan dengan memakzulkan Presiden Yoon Suk-yeol.

Baca Juga:  Gerombolan yang Viral di Semarang Bawa Bendera Merah dan Celurit

Selain dari situasi dan drama politik di Korea Selatan, ada banyak Faktor yang mempengaruhi prediksi tentan bubarnya negara boy band itu.

Korea Selatan, yang dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan modernisasi yang pesat, kini menghadapi tantangan demografis yang serius. Beberapa ahli memprediksi bahwa negara ini bisa menjadi salah satu yang pertama “hilang” dari muka bumi karena krisis populasi yang parah.

Krisis Kesuburan

Salah satu faktor utama yang memicu prediksi ini adalah tingkat kesuburan yang sangat rendah. Pada tahun 2023, tingkat kesuburan Korea Selatan hanya mencapai 0,72 anak per wanita, rekor terendah di dunia. Angka ini diperkirakan akan menurun lebih jauh menjadi 0,6 anak per wanita pada tahun 20242. Sebagai perbandingan, angka kelahiran yang dianggap cukup untuk menjaga stabilitas populasi adalah 2,1 anak per wanita.

Baca Juga:  Kesaksian Bang Onim atas Kekejaman Zionis Israel: Semua Nungu Giliran Mati

Penyebab Penurunan Angka Kelahiran

Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan disebabkan oleh berbagai faktor sosial dan ekonomi. Banyak perempuan di Korea Selatan, terutama di daerah perkotaan, memprioritaskan karier daripada memulai keluarga. Survei pemerintah tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden menyebutkan “beban mengasuh anak” sebagai hambatan terbesar bagi perempuan untuk bekerja. Selain itu, meningkatnya biaya hidup dan menurunnya kualitas hidup juga menjadi faktor yang membuat banyak pasangan menunda atau bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Dampak Jangka Panjang

Jika tren ini terus berlanjut, populasi Korea Selatan diperkirakan akan menyusut hingga sepertiga dari jumlah populasinya saat ini pada akhir abad ini. Dalam skenario terburuk, negara ini bisa kehilangan hingga 70% populasinya, menyisakan hanya sekitar 14 juta orang. Situasi ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan menciptakan tantangan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga:  Tentara Israel Bagikan Peta Komplek Gaza yang Bakal Diserang

Upaya Pemerintah

Pemerintah Korea Selatan telah mencoba berbagai kebijakan untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk insentif finansial bagi keluarga yang memiliki anak dan program dukungan bagi ibu bekerja. Namun, hingga saat ini, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Prediksi bahwa Korea Selatan akan “bubar” atau hilang dari muka bumi mungkin terdengar ekstrem, tetapi krisis demografis yang dihadapi negara ini adalah nyata dan memerlukan perhatian serius. Tanpa perubahan signifikan dalam kebijakan dan budaya, masa depan Korea Selatan bisa menjadi sangat berbeda dari yang kita kenal saat ini.