Nata Indonesia – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur mencatat ada 219.427 jiwa atau 75.069 kartu keluarga (KK), masuk sebagai warga miskin. Dari jumlah tersebut, 23.530 jiwa masuk kategori kemiskinan ekstrem.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan, dalam jangka waktu satu tahun mendatang, sebanyak 75.069 KK itu ditargetkannya segera bisa lepas dari garis kemiskinan.
“Saya berkomitmen untuk terus mengentas kemiskinan, makanya kita bergerak bersama dengan RW-nya. Karena saya ingin membangun Surabaya ini dengan guyub rukun,” katanya seperti dilansir media medcom.id, Selasa, 17 Januari 2023.
Eri memastikan pihaknya melakukan intervensi terhadap warganya yang masuk kategori miskin esktrem, pra miskin, dan yang rentan. Kategori ini mendapatkan intervensi yang sama seperti bantuan seragam, sekolah gratis, BPJS Kesehatan, hingga pekerjaan dari Pemkot Surabaya.
“Kita sentuh juga yang rentan miskin atau pra miskin agar tidak menjadi miskin. Tapi, kalau keluarga miskin, kita berikan tambahan seperti bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) dan macam-macam,” ujarnya.
Selain melalui sejumlah intervensi bantuan itu, Pemkot Surabaya berupaya menambah penghasilan warga miskin dan rentan miskin untuk meningkatkan ekonominya. Salah satunya dengan mengalokasikan anggaran Rp3 triliun pada tahun 2023, untuk program kerja bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Kita angkat ekonominya agar tidak menjadi miskin dalam satu tahun ke depan. Sehingga orang Surabaya tidak selalu njagakno (menggantungkan) bantuan saja. Tapi bagaimana dia bisa berusaha dan lepas dari kemiskinan,” ujarnya.
Hingga saat ini, 59.473 jiwa atau 79,22 persen dari 75.069 KK atau 219.427 jiwa, rumahnya telah ditempelkan stiker miskin. Data warga miskin ini merupakan hasil dari pendataan oleh Dinsos bersama kelurahan, kecamatan serta RT/RW setempat.
Penempelan stiker itu dilakukan oleh semua elemen masyarakat, mulai dari RT-RW, LPMK, KSH, Babinsa dan Bhabinkamtibmas, pihak kelurahan dan kecamatan. Tujuannya agar bantuan dari Pemkot Surabaya tepat sasaran.
“Jadi, proses pendataan ini sangat panjang, baik pencocokan data maupun verifikasi ulang ke lapangan bersama RT/RW, KSH, kelurahan dan kecamatan. Data ini sudah keputusan bersama dan ini ditentukan dan diusulkan oleh warga sekitar di dalam satu RT itu,” katanya. (rasadi/red)