Nataindonesia.com • Jakarta, 8 Oktober 2025 – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan tekadnya untuk menghapuskan kekuasaan Hamas di Jalur Gaza sebagai bagian dari tujuan utama perang yang telah berlangsung selama dua tahun. Pernyataan tersebut disampaikan dalam momentum peringatan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menjadi titik awal konflik bersenjata antara Israel dan kelompok militan Palestina tersebut.
“Kita berada di hari-hari yang menentukan. Kami akan terus bertindak untuk mencapai semua tujuan perang, memulangkan semua korban penculikan, menghancurkan kekuasaan Hamas, dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” ujar Netanyahu, Rabu, (08/10/2025), dikutip dari AFP.
Pernyataan ini muncul di tengah berlangsungnya perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas di kota resor Sharm El-Sheikh, Mesir. Perundingan tersebut difasilitasi oleh mediator internasional, termasuk Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir, sebagai bagian dari rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Sementara itu, pihak Hamas menyatakan kesiapannya untuk berdamai, namun menuntut jaminan bahwa perang akan benar-benar berakhir dan tidak akan dimulai kembali. Hamas juga meminta pembebasan sejumlah tahanan Palestina terkemuka, termasuk Marwan Barghouti, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan.
Konflik yang telah berlangsung selama dua tahun ini telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina, mayoritas anak-anak dan perempuan, serta menyebabkan jutaan warga Gaza mengungsi dan terancam kelaparan. Di sisi lain, Israel mencatat 1.200 korban jiwa akibat serangan Hamas dan ratusan warganya disandera.
Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak berniat menguasai Gaza secara permanen, melainkan ingin menyerahkan wilayah tersebut kepada pemerintahan sipil yang tidak berafiliasi dengan Hamas. Ia menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan zona aman dan stabil di perbatasan selatan Israel.
Perkembangan terbaru ini menandai babak baru dalam upaya diplomatik menuju akhir konflik Gaza, meski tantangan besar masih membayangi, termasuk penolakan Hamas untuk melucuti senjata dan ketidakjelasan mengenai pemerintahan pascaperang.
(Red/Bhr).