Keterlibatan pemuda dalam pembangunan desa merupakan salah satu upaya meregenerasi sekaligus melakukan pembenahan terhadap tata kelola pemerintahan desa.
Dalam praktiknya, pemerintahan desa memiliki presentase generasi muda lebih banyak dibanding generasi tua, karena generasi muda cenderung menghadirkan birokrasi yang inovatif, pendayagunaan tekhnologi yang tepat sasaran serta strategi pembangunan yang visioner.
Namun demikian, dalam rangka menciptakan kemajuan suatu desa tentu tidak dapat dilakukan dengan tindakan yang nir-orientasi dan tanpa dibekali modal rasa sosial (social sence). Hal itu sangat diperlukan rencana dan strategi yang matang agar pembangunan suatu desa bisa berkelanjutan.
Selain itu, seorang agen perubahan harus memiliki kualitas jiwa pikiran dan mentalitas positif di setiap proses sosialnya. Seperti yang diungkapkan oleh Aktivis 98 Budiman Sujatmiko, bahwa agent of change dalam proses kehidupan adalah para individu yang mempunyai kualitas jiwa pikiran atau mentalitas positif dalam proses-proses sosialnya.
Hal tersebut sangatlah diperlukan agar tidak hanya mampu dalam berfikir kritis, melainkan juga dapat menjadi problem solver atas permasalahan sosial di desanya. Prestasi pembangunan desa bukan ukuran pencapaian pemecahan masalah di lingkup desa. Hal ini disebabkan oleh minimnya perencanaan dan strategi yang matang, penyebab lain karena lebih mengutamakan pada kesepakatan dan konspirasi beberapa pihak tertentu, ini berdampak terhadap ikhtiar kemajuan sebuah desa.
Lebih irosnis lagi, kebijakan strategis desa hanya diambil oleh para pemangku kebijakan desa. Hanya disandarkan pada analisis politik saja dan mengabaikan asas idealisme perubahan serta kemajuan desa.
Semestinya pemangku kebijakan desa harus menjadi fasilitator dalam pembangunan desa, memberikan wawasan dan menggerakkan semua elemen masyarakat agar dapat membangunan desa. Hal inilah yang kemudian membentuk desa menjadi desa mandiri.
Yang dimaksud desa mandiri adalah terciptanya kesimbangan antara pemerintahan desa dan masyarakat. Alhasil keseimbangan tersebut menjadi kekuatan (Balance Of Power) untuk membangun desa yang mandiri serta ketidak tergantungan terhadap orang lain.
Mewujudkan desa mandiri itu mesti ada sebuah perubahan yang berorintasi pada wawasan sebuah pembangunan secara substainable, dari pada menciptakan struktur-struktur baru.
Untuk mewujudkan masyarakat dan desa mandiri itu, beberapa hal yang harus dilakukan:
1. Reorientasi Birokrasi
Pembangunan untuk mewujudkan Desa yang mandiri menuntut perubahan total sikap para birokrat, sikap sebagai penguasa “ruler” ataupun ”patron” perlu ditinggalkan dan diganti dengan sikap sebagai fasilitator, fungsinya menciptakan kondisi dan lingkungan masyarakat produktif atas potensi desanya.
2. Sistem Perencanaan Melalui Informasi
Komunitas sebagai fasilitator dapat memberi kemampuan kepada masyarakat desa guna mengumpulkan, mengenali, dan merumuskan informasi untuk pemecahan masalah yang berkembang di desanya.
3. Proyek pembangunan Pedesaan Sebagai Eksperimen Sosial.
Perwujudan dari reorientasi birokrasi adalah kesediaannya untuk melihat pelaksanaan proyek pembangunan di pedesaan sebagai eksperimen sosial dan bukan konsep technokratik yang terlalu menekankan pada analisis cost benefit.
4. Mobilisasi Sumber Sumber Sosial Kultur
Pembangunan pedesaan menuju terciptanya desa mandiri tidak dapat dilakukan secara uniform dan streotipikal untuk seluruh negara. kemandirian pelaksanaan proyek pembangunan menuntut kompatibilitas sosial kultural dari proyek, dengan demikian sifatnya adalah kultur spesifick.
5. Pembangunan Teeknologi Pedesaan (Endogeneous Technology) didalam melaksanakan pembangunan masyarakat.
6. Kreatif dan Inovatif
Dalam segi ini, konsep pembanguan desa menuju desa yang mandiri haruslah dapat melihat kreatifitas komitmen dan sifat yang inovatif masyarakat desa sebagai sumber utama pembangunan.
Secara tujuan, sumber dana dari pemerintah atau realisasinya lebih berfungsi sebagai perangsang dan penopang kegiatan pembangunan desa dari pada menjadi komponen utama masukan pembangunan.
Penulis : Fawaid A Hidayat, Pegiat Desa
Penyunting: Redaksi