Nataindonesia.com – Kisah pilu menyelimuti enam orang kuli bangunan di desa Gapura Tengah, Kecamatan Gapura, Sumenep. Niat mulia mereka untuk mewujudkan impian sebuah gudang baru milik Ibu berinisial (Z), seorang perempuan warga desa Panagan, kini justru berujung pada jeratan hukum yang tak pernah mereka bayangkan.
H. Nidam, koordinator para pekerja, bersama lima rekannya harus berhadapan dengan proses pemeriksaan polisi di Polsek Gapura atas tuduhan pengeroyokan, setelah mengambil kembali beberapa material bangunan yang seharusnya menjadi hak mereka.
Cerita ini bermula ketika H. Nidam dan timnya dipercaya membangun gudang baru milik Ibu Z. Dengan modal kepercayaan dan semangat kerja, H. Nidam bahkan rela mengeluarkan modal pribadi sebesar Rp3,5 juta untuk membeli kebutuhan pokok bangunan seperti semen, batu, dan material lainnya. Ini dilakukannya demi kelancaran proyek, karena ia percaya akan ada pembayaran penuh setelah pekerjaan rampung.
Namun, harapan itu kini hanya tinggal puing. Pembayaran dari Ibu Z tersendat-sendat dan tak pernah lunas. Dari total biaya yang disepakati, masih ada kekurangan pembayaran lebih dari Rp4,5 juta. Angka ini bukan sekadar angka, melainkan tumpukan hutang yang kini membebani pundak H. Nidam di toko bangunan. Belum lagi, upah kerja H. Nidam dan kelima rekannya pun masih belum terbayarkan sepeser pun.
“Kami sudah kerja keras siang malam, panas hujan. Kami pakai duit pribadi dulu supaya bangunan bisa cepat selesai. Tapi sekarang, jangankan untung, modal dan upah kami saja belum kembali,” ujar H. Nidam dengan suara bergetar, matanya memancarkan kepedihan yang mendalam.
Puncaknya, setelah berulang kali ditagih dan tak kunjung ada kejelasan, Ibu Z justru mengeluarkan pernyataan yang tak disangka-sangka. “Ambil saja material itu lagi, tidak apa-apa,” demikian tiru H. Nidam menirukan ucapan Ibu Z melalui sambungan telepon. Dengan hati hancur dan terpaksa, H. Nidam dan rekan-rekannya mengambil beberapa material bangunan yang sudah terpasang sesuai dengan nilai hutang yang belum terbayar di toko bangunan. Mereka berpikir, ini adalah satu-satunya jalan untuk setidaknya menutupi sebagian kerugian.
Namun, keputusan pahit tersebut justru menjadi bumerang. Tak lama berselang, H. Nidam dan kelima rekannya dilaporkan ke Polres Sumenep dengan tuduhan pelanggaran Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Mereka yang tadinya hanya ingin mencari nafkah halal, kini harus menjalani pemeriksaan sebagai terduga pelaku tindak pidana.
“Kami ini cuma kuli bangunan. Kami cuma minta hak kami. Kami tidak pernah berniat jahat, apalagi mengeroyok. Kami cuma ambil barang yang diperintahkan diambil oleh dia sendiri, untuk menutupi hutang kami di toko material,” tutur salah satu rekan H. Nidam dengan wajah lesu, matanya berkaca-kaca menahan air mata.