Nataindonesia.com – Peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November seharusnya menjadi ruang kontemplasi nasional — bukan hanya upacara dan parade simbolik. Kita terlalu sering memuja para pahlawan dalam upacara, tapi gagal melanjutkan nilai perjuangan mereka dalam realitas sosial hari ini.
Ketua Generasi Emas Nusantara (GEN) Jawa Timur (Jatim) Muhammad Romli menjelaskan, Gen Z dan milenial dihadapkan pada paradoks baru, yakni hidup di zaman serba bebas namun kehilangan arah makna perjuangan. Tema resmi tahun ini, “Pahlawan Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan,” seharusnya tidak berhenti sebagai slogan, melainkan menjadi ajakan untuk keluar dari jebakan apatisme kolektif.
“Kita harus berani menundukkan kepala, merenungi pengorbanan darah dan nyawa para pendahulu. Mereka berjuang bukan demi dikenang, tetapi demi kehidupan yang adil dan bermartabat bagi bangsa ini,” ujar Romli, Senin (10/11/2025).
Romli menilai, tantangan generasi sekarang jauh lebih kompleks daripada sekadar pertempuran fisik. Musuh kita bukan lagi kolonialisme bersenjata, melainkan penjajahan nilai: korupsi moral, disinformasi, polarisasi, dan kemalasan sosial yang perlahan menggerogoti daya juang bangsa.
“Perjuangan hari ini bukan lagi soal senjata, tapi tentang keberanian melawan ketidakadilan, malas berpikir, dan pasrah pada keadaan. Generasi muda harus menjadi penerus yang berpikir, bukan hanya pengagum masa lalu,” tegasnya.
Ia mengingatkan, semangat kepahlawanan sejati tidak lahir dari seremoni, melainkan dari kesadaran untuk bekerja, berbuat, dan berjuang di bidang masing-masing. Mulai dari ruang kelas, ruang digital, hingga ruang sosial tempat masyarakat bertahan hidup.
“Kita sering lupa, bangsa yang terus bergantung pada romantisme pahlawan akan kehilangan kemampuan untuk menciptakan pahlawan baru. Inilah waktunya generasi muda menolak nyaman, menolak diam, dan menolak apatis,” tambahnya.
Romli menegaskan, Hari Pahlawan 2025 mesti menjadi momen kebangkitan kesadaran sosial: agar bangsa ini tak hanya menghafal sejarah, tetapi juga melanjutkan perjuangan dengan keberanian moral dan tanggung jawab intelektual.
“Semangat para pejuang seharusnya menjadi energi untuk melawan sikap masa bodoh. Tidak ada kemerdekaan yang bisa bertahan jika rakyatnya berhenti peduli,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Peringatan Hari Pahlawan 10 November merujuk pada peristiwa heroik Pertempuran Surabaya 1945 — simbol keberanian rakyat Indonesia melawan upaya penjajahan kembali pasca-Proklamasi Kemerdekaan. (*)











