News  

Keluarga Korban KDRT Tidak Percaya Polres Sumenep, Diduga ada Permainan Hukum

Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Neneng, Ahmad Hanafi menandatangi hasil Audiensi bersama Polres Sumenep. (Nataindonesia.com/istimewa)

Nataindoensia.com – Keluarga Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bersama masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Neneng tidak percaya keterangan Kepolisian Resor (Polres) Sumenep. Selasa (15/10/2024).

Berdasar hasil pemeriksaan kepada pelaku, semula Polres Sumenep telah mengeluarkan rilis (keterangan tertulis) yang menjelaskan bahwa, motif pelaku melakukan KDRT karena korban menolak melakukan hubungan ranjang. Keterangan tersebut disangsikan oleh keluarga korban.

“Semua tidak percaya dan beranggapan bahwa pengakuan tersebut hanya alibi dan alasan yang seolah-olah mendudukkan korban berada dalam posisi yang salah,” ujar Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Neneng, Ahmad Hanafi, usai melakukan Audiensi di Mapolres Sumenep.

Hanafi mewakili keluarga korban menjelaskan, mereka melakukan audiensi adalah untuk menuntut keadilan kepada Polres Sumenep dan menghukum pelaku seberat-beratnya. Bahkan, sambungnya, kepolisian harus mengusut lebih dalam kasus tersebut. Pasalnya kata Hanafi, ada tindak kriminal yang diduga juga melibatkan keluarga pelaku hingga oknum pemerintah desa.

“Waktu jenazah diminta akan dibawa pulang ke rumah korban, (oknum kades) ikut campur tidak membolehkan,” katanya.

Diketahui, KDRT ini terjadi setelah yang kesekian kalinya hingga menyebabkan meninggalnya NS (27 tahu) di Puskesmas Batang-Batang pada Sabtu (05/10/2024). Pelaku merupakan suaminya sendiri AR (28 tahun), berlamat di Dusun Birampak, Desa Jenangger Kecamatan Batang Batang Kabupaten Sumenep.

Baca Juga:  Tak Ada Perbup, FAM Minta Komite Sekolah Sumenep Dibubarkan

Orang tua korban, Sujoto menceritakan, sebelum kejadian itu, anaknya (NS) dijemput secara paksa oleh suaminya (pelaku) bersama temannya. Saat itu, ia mengaku masih bekerja, kemudian diberitahu oleh tetangga bahwa anaknya dijemput oleh suaminya, kemudian ia langsung pulang.

“Setelah tiba dirumah, ternyata suaminya mengambil cucu saya, saya berusaha merebut, tapi dihalangi oleh temannya,” terangnya kepada awak media.

Bahkan, Istrinya (ibu NS) sempat dipukul oleh pelaku saat berusaha menghalangi NS waktu dijemput paksa. Kemudian banyak tetangganya yang datang, dan gagal dibawa.

Beberapa hari kemudian, NS pamit untuk main ke tetangga bersama anaknya dengan jalan kaki sampai ke salah satu pondok pesantren. Kemudian menantunya Bu Nyai komunikasi dengan suaminya bahwa NS ada disana.

“Saat itu, anak saya dijemput sama orang suruhan suaminya. Saya tidak tahu, kenapa tiba-tiba NS dijemput,” imbuhnya.

Sujoto mengaku tidak berupaya menjemput kembali karena sudah bersama suaminya dan ia mengaku tidak ikut campur dengan rumah tangga anaknya.

Ia meminta kepada pihak yang berwenang untuk menghukum pelaku seberat-beratnya.

“Hukuman 15 tahun itu tidak cukup. Harus seumur hidup,” tandasnya.

Baca Juga:  Sejarah Kereta Api di Madura, dari Masa Belanda hingga Era Jokowi

Sementara, Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Neneg, Ahmad Hanafi, merasa tidak percaya jika motifnya adalah menolak berhubungan. Karena kekerasan tidak hanya terjadi sekali saja, bahkan sewaktu masih bertunangan, NS mengalami tekanan tidak wajar dari pelaku.

Sebelumnya, pada Bulan Juni 2024, bapak korban melaporkan kasus kekerasan kepada Polres Sumenep, dan proses hukumnya belum selesai. Ia menilai Polres Sumenep lamban dalam menangani kasus itu.

Setelah kasus kematian itu, pihak keluarga korban menjemput jenazah NS untuk dikebumikan di rumahnya yang beralamat di Dusun Sarperreng Utara, Desa Lenteng Timur, Kecamatan Lenteng. Namun, saat itu mendapat penolakan dari pihak keluarga pelaku.

Pihak keluarga pelaku membela dengan mengatakan bahwa NS meninggal karena disengat lebah. Pihak korban merasa janggal dengan hal itu.

Melalui negosiasi yang alot, akhirnya jenazah korban diperkenankan untuk dibawa pulang. Karena dinilai ada kejanggalan, akhirnya keluarga korban berinisiatif untuk melakukan otopsi, dan akhirnya terbongkar, bahwa korban mengalami KDRT.

“Kami berpikir, saat itu jenazah NS berusaha untuk disembunyikan oleh pelaku,” katanya.

Ia meminta kepada Polres Sumenep untuk mengembangkan kasus tersebut karena ia menilai ada keterlibatan pihak lain dalam insiden tersebut.

Baca Juga:  Game Collage Brawl Mesum Mengandung Unsur Dewasa 18+, Netizen Geram

“Keluarga korban mengetahui kabar kematiannya dari orang lain bukan dari keluarga pelaku yang merupakan besannya,” tuturnya.

Audiensi tersebut membawa beberapa tuntutan, yakni:
1. Kepolisian dapat membongkar kasus ini sampai tuntas. Terbuka, jelas terang, cepat dan berkeadilan.

2. Kasus ini dikembangkan, ada pemeriksaan pihak-pihak lain yang terlibat. Jika perlu, lakukan penangkapan untuk memudahkan pemeriksaan.

3. Motif pembunuhan didalami, karena kami tidak percaya hasil pengakuan pelaku.

4. Berikan pasal yang berat dan memberatkan terhadap pelaku.

Sementara, Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti menerangkan, saat kejadian, tersangka mengaku saat korban mendapat penanganan di Puskesmas dengan diberi oksigen. Ketika petugas medis keluar dari ruangan, selang oksigen ditarik dan korban mengalami sesak nafas hingga akhirnya meninggal.

Pihaknya juga sudah meminta keterangan kepada perawat yang bertugas saat itu di Puskesmas Batang-Batang. Dan saat ini, sudah ada dua alat bukti yang lengkap.

“Sudah tidak perlu lagi keterangan saksi lain, karena alat buktinya sudah lengkap. Biar perkara ini cepat,” paparnya.

Menurutnya, pelaku (AR) diancam dengan hukuman 15 tahun penjara berdasarkan Pasal 44 Ayat (3),(2),(4) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. (*)