Nataindonesia.com – Direktur Jong Sumekar Siswadi meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid untuk turun langsung ke Kabupaten Sumenep. Ada banyak masalah tanah baik milik negara ataupun milik pribumi.
Kabupaten Sumenep di awal 2025 ini disambut dengan masalah agraria yang sudah bertahun tidak kunjung selesai. Kasus yang kembali viral yakni masalah laut sekitar 21 Hektar sudah memiliki surat hak milik (SHM). Lokasinya yakni di Desa Batu Kerbau Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur.
Laut tersebut secara prosedural telah dikuasai oleh seseorang yang identitasnya masih dirahasiakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep. Sementara masyarakat sekitar terus mendesak untuk membatalkan kepemilikan tersebut.
Kasus tersebut sudah berlangsung sekian tahun, namun belum ada penindakan yang mengarah terhadap kejelasan penyelesaian oleh pemerintah.
Selain itu, kasus tanah juga terjadi daerah pesisir utara Kabupaten Sumenep. Yakni di Desa Badur Kecamatan Batu Putih Kecamatan Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur. — Masalah di sini lebih kompleks, pasalnya sebagian pesisir laut telah diterbitkan akta jual beli (AJB) dan dimiliki oleh pengusaha.
Kasus Tanah di Desa Badur
Masalah lain di Desa Badur, yakni kepemilikan hak tanah masyarakat setempat. Pada Jumat 24 Januari 2025, Nataindonesia.com melakukan wawancara dengan tiga orang masyarakat setempat yang diduga telah kehilangan hak milik atas tanahnya.
Wawancara dilakukan kepada bapak Nisbah, Ibu Miyatun dan Suibah. Ketiga memiliki kasus yang sama, yakni tanah mereka telah bersertifikat tanpa sepengetahuan mereka.
“Saya mengetahui itu setelah pada 2023 lalu ingin mengajukan pembuatan sertifikat, tapi katanya (BPN.red) tanah kami sudah ada sertifikatnya, namun kami tidak diberi tahu sertifikat itu atas nama siapa,” ujar Bapak Nisbah saat diwawancara.
“Saya diminta mengajukan surat permohonan atau pernyataan untuk mengetahui sertifikat itu kepada BPN,” tegasnya.
Misbah mengaku, ia bersama dua warga yang lain mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengajukan permohonan pembuatan sertifikat. Bahkan kata Miyatun, dulu sering ada pengukuran tanah yang dilakukan pada malam hari.
“Saya tidak tahu pasti, cuma biasanya diminta untuk membayar untuk pajak katanya, cuma masyarakat disini tidak tahu pasti, cuma mengikuti saja,” kata Miyatun polos.
Ketiga warga tersebut merupakan sebagian kecil dari masyarakat Badura yang bersedia untuk bersuara. Sementara yang lain, mayoritas mereka ketakutan jika harus berhadapan dengan masalah hukum.
“Nanti kami dipenjara kalau mengadu,” kata Miyatun.
Berdasar uraian di atas, Siswadi meminta Menteri Nusron Wahid untuk segera turun ke Kabupaten Sumenep. Pasalnya, BPN atau pemerintah daerah belum bisa memberikan solusi yang konkret atas masalah masyarakat di akar rumput.
“Ini tidak bisa jika terus-terus dibiarkan begini, Bapak Nusron harus turun sendiri, karena masalah ini sebenarnya masyarakat tengah dihadapkan dengan mafia tanah yang saya kini memiliki kekuatan besar,” tegas Siswadi. (Red/BRi)