Nataindonesia.com – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Pacitan mengeluarkan pernyataan keras terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru di Kabupaten Pacitan. Dalam sorotan tajam terhadap pemerintah daerah dan instansi terkait karena kasus ini diduga sudah kerap kali terjadi yang menimpa siswi di Pacitan, bahkan salah satu orang tua korban melaporkan kejadian yang menimpa anaknya kepada Dinas Pendidikan setempat pada 12 September 2025. GMNI menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman nyata terhadap masa depan anak-anak bangsa.
Ketua GMNI Pacitan, Bung Febri Firdiansyah, menyampaikan desakan tegas agar Pemda, Dinas Pendidikan, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) segera turun tangan.
“Ini bukan waktu untuk berdiam diri atau bersembunyi di balik prosedur birokrasi. Dugaan pelecehan oleh tenaga pendidik adalah tamparan keras bagi sistem perlindungan anak di Pacitan,” tegasnya.
GMNI menuntut penanganan yang cepat, transparan, dan akuntabel, serta menekankan bahwa proses hukum harus bebas dari intimidasi dan intervensi. Korban, keluarga, dan saksi wajib mendapatkan perlindungan menyeluruh, termasuk pendampingan psikologis dan jaminan keamanan dari tekanan sosial yang kerap membungkam suara keadilan.
“Jika benar terjadi, pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Membiarkan predator anak berkeliaran di lingkungan pendidikan adalah bentuk kelalaian fatal pemerintah daerah. Ini bukan hanya soal hukum, ini soal moral dan tanggung jawab publik,” ujar Bung Febri dengan nada geram.
GMNI juga mengingatkan bahwa jika tuduhan ini tidak terbukti, klarifikasi terbuka wajib dilakukan untuk meredam keresahan masyarakat dan menghindari stigmatisasi yang merusak reputasi institusi pendidikan.
Lebih jauh, GMNI Pacitan menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, dan siap melakukan advokasi jika ditemukan indikasi pembiaran, intimidasi terhadap korban, atau pengabaian hak-hak anak.
“Ini adalah ujian integritas bagi Pemda, aparat penegak hukum, dan PPPA Pacitan. Sekolah seharusnya menjadi benteng terakhir perlindungan anak, bukan ladang eksploitasi oleh oknum tak bermoral. Jika pemerintah gagal bertindak, maka publik berhak mempertanyakan siapa sebenarnya yang mereka lindungi,” tutup Bung Febri dengan nada tajam.
(Red/Bhr).