ylliX - Online Advertising Network
News  

DPRD Sumenep Mulai Berfungsi: Benarkah?

Foto: Gambar Gedung DPRD Sumenep tiga dimensi.

Oleh: Tim Sajagad*

Akhir-akhir ini, aroma segar mulai tercium dari gedung wakil rakyat di ujung timur Pulau Madura. Satu per satu, pernyataan kritis para anggota DPRD Sumenep bermunculan dan menyesaki portal-portal berita lokal.

Para wakil rakyat, yang selama ini kerap disebut “diam di kursi empuk”, kini mulai terdengar peduli terhadap nasib rakyat yang diwakilinya.

Lihat saja, benang kusut di tubuh dua BUMD Sumenep—PT Wira Usaha Sumekar (WUS) dan PT Sumekar Line—yang selama ini nyaris tak tersentuh, kini mulai dibedah dan disorot tajam.

Bahkan, Komisi II DPRD telah menggelar audiensi langsung dengan karyawan yang selama bertahun-tahun menanggung haknya yang terabaikan.

Sementara itu, Komisi IV juga menunjukkan taringnya. Lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM yang selama ini menerima anggaran negara dalam jumlah besar, tapi kegiatan dan siswanya disinyalir fiktif, tak luput dari sorotan.

Baca Juga:  Didemo Aktivis, Usai Dilantik Pimpinan DPRD Sumenep Tidak Ngantor

Komisi IV bahkan mendorong penutupan lembaga yang tidak memenuhi syarat. Langkah ini patut diapresiasi, tapi tentu saja, tidak boleh berhenti di pencitraan.

Begitu juga dengan Komisi III DPRD Sumenep, yang turun tangan mengurai kekusutan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) 2024.

Realisasi program yang dinilai semrawut, mulai dari data hingga pelaksanaan teknis di lapangan, mulai disorot dan ditindaklanjuti dengan wacana pembentukan Pansus.

Tapi pertanyaannya: apakah ini pertanda DPRD Sumenep benar-benar mulai berfungsi?

Sebab masih banyak problem besar yang belum tersentuh. Ambil contoh soal kemiskinan. Di mana posisi DPRD dalam mengevaluasi grand design pengentasan kemiskinan yang selama ini dikerjakan oleh banyak OPD? Berapa efektivitas dana APBD dan APBN yang digelontorkan tiap tahun? Apakah program lintas OPD itu saling mendukung atau justru tumpang tindih?

Baca Juga:  Crystal Palace Tahan Imbang Chelsea di Selhurst Park

Di bidang pendidikan pun DPRD belum menyentuh akar persoalan. Mengapa semakin banyak orang tua memilih sekolah swasta ketimbang sekolah negeri? Apakah sekolah negeri kehilangan daya saing? Bagaimana evaluasi kinerja Dinas Pendidikan Sumenep dalam mencetak siswa berprestasi dan berkarakter?

Sampai hari ini, belum ada SD atau SMP negeri di Sumenep yang betul-betul menjadi percontohan dalam kualitas dan prestasi. Apa masalahnya? Kurikulum? SDM? Manajemen sekolah? Inilah medan yang semestinya juga disentuh oleh para wakil rakyat.

Baca Juga:  Ketua BK DPRD Sumenep: Anggota Dewan Sering Bolos Rapat tak Pantas Dipilih Lagi

Dan satu lagi, yang tak kalah penting: proyek-proyek infrastruktur. Terutama aspal dygem yang meresahkan. Apakah benar kualitas aspal tersebut sesuai standar SNI? Adakah kontrol kualitas? Benarkah aspal tersebut merupakan bahan daur ulang yang dibungkus proyek baru?

Sudah saatnya DPRD Sumenep benar-benar menjadi representasi rakyat. Bukan hanya muncul saat kamera menyala, tapi hadir konsisten sebagai pengawas, penggerak, dan penyeimbang dalam pembangunan.

Fungsi kontrol itu bukan pilihan. Ia adalah kewajiban konstitusional.

Kini publik menunggu, apakah “fungsi” itu benar-benar akan berjalan panjang—atau hanya nyala sesaat, seperti kembang api di musim pesta.

*Pemerhati sosial dan kebutuhan rakyat