Nataindonesia.com • Jakarta, 9 Januari 2025 – Harga cabai rawit merah di berbagai pasar di Indonesia mengalami lonjakan signifikan, mencapai hingga Rp 130.000 per kilogram. Kenaikan harga ini disebabkan oleh gagal panen yang terjadi di berbagai sentra produksi akibat cuaca ekstrem dan banjir.
Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid, mengungkapkan bahwa curah hujan yang tinggi dan angin kencang telah merusak tanaman cabai, menyebabkan stok menipis dan harga melonjak. “Iklim menyebabkan banyak rusak petani cabai rawit merah. Selain itu, rentannya memang kalau lagi kosong stoknya itu naik banget (harganya),” kata Abdul Hamid.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga cabai rawit merah secara rata-rata nasional mencapai Rp 86.300 per kilogram, dengan beberapa pasar mencatat harga hingga Rp 130.000 per kilogram. Di Pasar Jatinegara, harga cabai rawit merah telah mencapai Rp 130.000 per kilogram, sementara di Pasar Kramatjati mencapai Rp 133.150 per kilogram.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa, menyatakan bahwa kondisi cuaca ekstrem yang terus berlangsung dapat memperburuk situasi. “Beberapa di daerah Jawa juga ada banjir di sentra-sentra produksi cabai. Ini menyebabkan juga potensi kehilangan produksi lumayan besar di daerah tersebut, bisa sampai 60%-70%,” ujarnya, rabu (08/01/2025).
Dengan harga cabai rawit merah yang setara dengan harga daging sapi, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam mengelola pengeluaran dan mencari alternatif bahan masakan lainnya.
Bapanas akan mengidentifikasi daerah yang mengalami kenaikan harga cabai drastis untuk didistribusikan cabai dari wilayah yang masih harga stabil, hal itu diharapkan agar harga cabai turun secara perlahan.
“Kita identifikasi secara detail daerah mana yang masih surplus, kemudian kita akan coba dorong membantu mendistribusikan ke daerah-daerah yang harga relatif tinggi, termasuk yang utamanya Jakarta yang hampir Rp130 ribu,” imbuh Ketut Astawa.
(Red/Bhr).