News  

Aksi Tolak Reklamasi Gersik Putih Sumenep Kian Meluas, Ketua DPD KNPI: Pemkab Jangan Cuek!

Nata Indonesia – Sejumlah ulama sepuh Kabupaten Sumenep Madura turun gunung ikut menyuarakan aksi penolakan atas kegiatan reklamasi pantai dengan cara membubuhkan tanda tangan bersama sekaligus menggelar istighasah kubro bertempat di Masjid Zainal Abidin, Dusun Tapa Kerbau, Desa Gersik Putih, Sumenep Madura, Jawa Timur.

Aksi yang diikuti ribuan massa dari 3 Kecamatan ini berlangsung pada Sabtu (27/05/2023), melibatkan berbagai elemen masyarakat dan unsur organisasi keagamaan, seperti PCNU Sumenep, serta organisasi kemahasiswaan IKA PMII.  Mereka sepakat menolak reklamasi pantai dengan cara sewenang-wenang tanpa memperhatikan kearifan lokal.

Moh Sidik Koordinator lapangan mengatakan, istighasah kiai sepuh yang mengiringi aksi merupakan bentuk dukungan spiritual para ulama kepada masyarakat, sekaligus dukungan moril yang tengah berjuang untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak hidup dan hak lingkungan yang akan dirampas oleh penjajah ekonomi berkedok hukum.

Baca Juga:  Ketua DPRD Sumenep dan Wakilnya Didemo PMII STITA Aqidah Usymuni Terate

“Tempo hari kami sudah mengadu ke pemerintah (Unjuk Rasa, red) kali ini kami mengadu kepada Allah”, ujarnya.

Lapisan yang menolak reklamasi itu kian meluas dan dukungan kepada masyarakat juga semakin padat. DPD KNPI Sumenep Ketua Imam Syafi’ie, juga mulai angkat bicara menyikapi kemelut yang terjadi di Gersik Putih.

Baca Juga:  Anak dan Ayah Kompak Aniaya Seorang Perempuan di Gapura Sumenep

Imam sapaannya, mendesak Pemkab Sumenep agar kooperatif dan serius menyikapi gejolak masarakat yang anti reklamasi. Pemkab, kata Imam, harus preventif melakukan langkah pencegahan agar tidak terjadi pembelahan kepentingan, dua kelompok yang pro dan kontra akan saling berhadap-hadapan.

“Pemkab jangan cuek! nanti bila tidak segera diatasi dan ditengahj, ini sangat berahaya. Masalahnya penolakan semakin meluas, eskalasinya bisa tambah meningkat bila terkesan ada pembiaran dari Pemerintah. Maaf, saya bukan mau memprovokasi,” urainya.

“Sebaiknya kita dapat memetik sebuah pelajaran berharga, dan berkaca pada sejarah peristiwa 2015 silam di Kabupaten Lumajang, dimana aksi penindasan terhadap aktivis lingkungan telah memakan korban (Terbunuhnya Salim Kancil, red). Jadi, saya kira semua sudah paham peristiwa yang pernah terjadi di Lumajang, dan kita tentu tidak menginginkannya terjadi di Sumenep,” sambung Imam.

Baca Juga:  Mengapa ada Pengamat Internasional Saat Pemilu Indonesia?

Imam menegaskan, kini yang mesti menjadi sorotan utama adalah mengenai kegiatan reklamasi. Sementara soal sertifikat hak milik (SHM) adalah wewenang pengadilan.

“Iya kalau itu kan sudah ranahnya Pengadilan untuk menguji sah tidaknya dokumen. Sedangkan reklamasi itu soal lain. Pertanyaannya, sah apa tidak kegiatan reklamasi itu. Mengantongi izin apa tidak, kan itu juga penting ditelisik,” pungkasnya. (red)