Ahmad Juhairi: Ketika Publik Bikin DPRD Sumenep tidak Berfungsi

DPRD sumenep
Foto: Ahmad Juhairi Anggota DPRD Sumenep dari Fraksi Partai Nasdem. (Nataindonesia.com/istimewa)

Nataindonesia.comAnggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Ahmad Juhairi, akrab disapa Bang Joe menyoroti kecenderungan masyarakat yang sering melewatkan peran lembaga legislatif dalam menangani persoalan hukum dan pemerintahan. Ia menilai, kebiasaan publik yang langsung menggelar aksi atau melapor ke aparat penegak hukum tanpa melibatkan DPRD membuat fungsi pengawasan tidak berjalan optimal.

Menurut Juhairi, kecenderungan masyarakat melewati jalur legislatif membuat fungsi kontrol DPRD terhadap lembaga penegak hukum menjadi tumpul. Padahal, Komisi I memiliki mandat strategis untuk menyalurkan aspirasi warga, memediasi sengketa administratif, hingga memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan mempertimbangkan keadilan sosial masyarakat Sumenep.

“Publik kadang memberi ruang bagi anggota DPRD untuk tidak bekerja. Padahal, setiap persoalan hukum tetap akan kembali ke Komisi I, karena kami yang memiliki fungsi pengawasan dan fasilitasi,” ujar Juhairi saat usai berdiskusi dengan sejumlah jurnalis di Sumenep, pada Senin 6 Oktober 2025.

Selain itu, sambungnya, Komisi I DPRD Sumenep berperan penting sebagai pintu awal penyelesaian persoalan yang berkaitan dengan hukum dan tata pemerintahan. Komisi ini memiliki kewenangan untuk memanggil pihak-pihak terkait, menengahi konflik, serta memfasilitasi rapat dengar pendapat sebelum perkara berkembang menjadi sengketa hukum.

Baca Juga:  Sekber PKB-Gerindra untuk Posko Pemenangan Presiden-Wakil Presiden 2024

“Kalau setiap persoalan langsung dibawa ke kepolisian atau kejaksaan, kita kehilangan ruang dialog. Komisi I bukan hanya ruang politik, tetapi wadah mediasi untuk mencari keseimbangan antara penegakan hukum dan keadilan sosial,” tegasnya.

Dalam struktur pemerintahan daerah, DPRD memiliki tiga fungsi utama,yakni sebagai legislasi, anggaran, dan pengawasan. Komisi I menjadi salah satu pilar yang menjaga agar penegakan hukum di tingkat daerah tetap berpijak pada realitas sosial masyarakat. Bila jalur ini dilewati, ads dua konsekuensi muncul. Pertama aspirasi publik tak tercatat dalam mekanisme pengawasan DPRD, dan permasalahan yang seharusnya bisa diperbaiki secara kebijakan justru berubah menjadi tindakan penyelesaian hukum tanpa koreksi.

Baca Juga:  Ketua BK DPRD Sumenep: Anggota Dewan Sering Bolos Rapat tak Pantas Dipilih Lagi

“Ketika masyarakat langsung melapor ke aparat, prosesnya cenderung represif. Melalui DPRD, kami bisa melihat akar masalahnya dan mengusulkan perbaikan sistem, supaya ke depan penegakan hukum lebih sesuai dengan konteks sosial masyarakat Sumenep,” jelasnya.

Juhairi menegaskan, peran DPRD bukan hanya menjembatani persoalan jangka pendek, melainkan juga membangun mekanisme hukum yang berkeadilan dan kontekstual dengan kondisi daerah.

“Kita ingin agar hukum tidak berhenti di meja aparat, tapi menjadi bagian dari proses belajar sosial—di mana rakyat, pemerintah, dan lembaga hukum berjalan seimbang,” pungkasnya. (Ari/red)