Demonstrasi DPP GMNI: Tuntut Perampasan Tanah oleh Oligarki

Ketua Umum GMNI tegaskan bahwa tanah untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Reforma Agraria bukan basa-basi, tapi revolusi. (Dok.istimewa)

Nataindonesia.com • Jakarta, 26 September 2025 — DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) turun ke jalan melakukan aksi demontrasi dengan satu seruan tajam Reforma Agraria bukan sekadar slogan, tapi janji yang harus ditepati.

Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya pengelolaan agraria yang adil dan berpihak pada rakyat. Namun,setelah delapan dekade, cita-cita itu justru dikubur oleh praktik ketimpangan, perampasan tanah, dan kekuasaan korporasi yang semakin menggila. UU No. 5 Tahun 1960 yang dulu digadang sebagai tonggak revolusi agraria kini hanya menjadi artefak sejarah yang dilupakan oleh penguasa.

GMNI menyoroti berbagai persoalan agraria yang terus memburuk, ketimpangan kepemilikan tanah yang semakin lebar antara rakyat dankorporasi, status hukum tanah yang kabur dan rawan manipulasi.

Todak hanya itu, perampasan ruang hidup oleh proyek-proyek atas nama “pembangunan,” kriminalisasi terhadap petani, masyarakat adat, dan aktivis yang berani bersuara, tumpang tindih kebijakan yang menunjukkan lemahnya koordinasi dan keberpihakan pemerintah tidak luput dari sorotan GMNI.

Ketua Umum DPP GMNI Sujahri Somar menegaskan bahwa pihaknya berjuang bukan sekadar retorika belaka, melainkan panggilan sejarah untuk melawan ketidakadilan yang telah mengakar.

Baca Juga:  Terkait Hubungan Prabowo Dan Jokowi, PDIP: Memang Harus Pisah 

“Pemerintah harus berhenti menjadi pelayan oligarki dan mulai berpihak pada rakyat. Jika tidak, maka gelombang perlawanan akan terus membesar,” tegas Sujari kepada wartawan.

Dalam aksi demonstrasi yang digelar hari ini, DPP GMNI menyampaikan tuntutan keras kepada pemerintahan Presiden Prabowo:

1. Segera tuntaskan konflik agraria yang telah merampas hak hidup jutaan rakyat kecil.

2. Laksanakan Reforma Agraria sejati, bukan sekadar bagi-bagi sertifikat yang menipu publik.

Baca Juga:  Peluang Lulusan SMA, Program Kartu Prakerja Gelombang 52 Dibuka

3. Hentikan perampasan tanah oleh korporasi dan oligarki, serta akhiri kriminalisasi terhadap rakyat dan aktivis.

4. Evaluasi total kebijakan tata ruang, cabut izin usaha yang merusak lingkungan dan mengusir warga dari tanah leluhur mereka.

5. Berikan perlindungan hukum yang nyata bagi petani, masyarakat adat, dan nelayan yang selama ini menjadi korban ketidakadilan.

6. Jamin hak masyarakat desa dalam kawasan hutan lindung, bukan malah mengusir mereka atas nama konservasi semu.

(Red/Bhr).