Oleh: Miftahol Anwar*
Nataindonesia.com – Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, sebanyak 63,52 persen pelaku usaha di Indonesia telah memanfaatkan layanan pemasaran digital, seperti media sosial, marketplace, hingga bekerja sama dengan influencer.
Di antara berbagai saluran digital tersebut, influencer menjadi pilihan yang semakin populer dibanding iklan konvensional seperti koran, radio, atau televisi. Alasannya, influencer mampu membangun kedekatan emosional dengan audiens melalui gaya konten yang personal dan meyakinkan sesuatu yang sulit dicapai oleh media tradisional.
Hal ini semakin relevan ketika target pasarnya adalah generasi Milenial dan Gen Z, kelompok usia yang dikenal memiliki intensitas tinggi dalam menggunakan gadget dan media sosial. Maka tidak heran jika banyak pelaku usaha menjadikan influencer sebagai strategi utama dalam komunikasi bisnis mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa pola komunikasi bisnis telah mengalami pergeseran besar di era digital.
Fenomena ini selaras dengan teori Two-Step Flow of Communication yang dikembangkan oleh Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet, lalu disempurnakan oleh Elihu Katz. Teori ini menjelaskan bahwa informasi dari media massa tidak langsung diterima oleh masyarakat luas, melainkan melalui perantara yang disebut opinion leader atau pemimpin opini.
Dalam konteks pemasaran digital saat ini, influencer berperan sebagai opinion leader yang menyampaikan pesan dari pelaku usaha kepada target pasar. Mereka tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keunggulan produk, tetapi juga membangun narasi, seperti cerita di balik produk, nilai (value) yang diusung, hingga promosi yang menarik secara emosional.
Selain itu, influencer juga menjadi bagian penting dari strategi komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication/IMC), di mana pesan yang disampaikan melalui berbagai saluran, seperti media sosial, video, dan kolaborasi brand harus konsisten dan terintegrasi agar efektif menjangkau audiens.
Contohnya, saat penulis mengembangkan usaha di bidang kecantikan bernama NuGlow Beauty, peran influencer menjadi sangat krusial, terutama di tahap awal perintisan. Produk yang masih baru tentu belum dikenal luas, dan tingkat kepercayaan masyarakat pun masih rendah. Untuk itu, penulis menggandeng beberapa influencer bahkan sebagai brand ambassador guna memperkuat citra dan menjangkau pasar secara emosional melalui konten mereka.
Influencer berperan penting dalam membangun kepercayaan publik, terutama melalui konsistensi pesan dan gaya penyampaian yang dekat dengan audiens. Namun di sisi lain, ada tantangan besar ketika influencer hanya membuat satu konten berbayar tanpa kontinuitas. Berdasarkan pengalaman penulis, kerja sama dengan influencer yang hanya memproduksi satu konten ternyata tidak memberikan dampak signifikan terhadap penjualan maupun kesadaran merek. Artinya, dalam strategi komunikasi bisnis, konsistensi konten dan hubungan jangka panjang dengan influencer jauh lebih penting daripada sekadar exposure sesaat.
Maka dari itu, influencer marketing sebagai bentuk key opinion leader memang penting dalam strategi komunikasi bisnis, terutama untuk mendorong pertumbuhan penjualan. Namun, pelaku usaha tidak boleh hanya terpaku pada jumlah followers semata. Yang jauh lebih penting adalah kontinuitas kerja sama, konsistensi pesan, dan kredibilitas sang influencer.
Tidak semua influencer berdampak signifikan terhadap penjualan. Ada pula influencer dengan jutaan pengikut, namun kontennya terlalu fokus pada hard selling dan terlalu sering mereview berbagai produk tanpa kedalaman narasi. Hal ini bisa membuat audiens justru kurang percaya. Oleh karena itu, memilih influencer yang selaras dengan nilai brand dan mampu membangun hubungan emosional jangka panjang dengan audiens, adalah langkah yang jauh lebih strategis.
*Mahasiswa Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta dan Kaprodi Ilmu Komunikasi Universitas Annuqayah Sumenep