Nataindonesia.com – Laporan LPS Mei 2025 menunjukkan penurunan indeks menabung dan kepercayaan konsumen lintas kelas pendapatan. Beban pendidikan, utang, hingga cuaca ekstrem memperparah situasi.
Krisis Mengintai—Menabung Langka.
Kapasitas menabung masyarakat Indonesia kembali tertekan. Mei 2025 mencatatkan penurunan signifikan dalam Indeks Menabung Konsumen (IMK), dengan angka merosot ke level 79,0 atau turun 4,4 poin dibandingkan April lalu. Bukan hanya angkanya yang turun, tapi juga semangat di baliknya: 30,3% responden bahkan mengaku tidak pernah menabung sama sekali, naik dari bulan sebelumnya.
Penurunan ini terjadi di seluruh kelompok pendapatan—dari mereka yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 juta hingga di atas Rp7 juta per bulan. Fenomena ini menandai gejala ekonomi baru: ketidakmampuan merencanakan masa depan secara finansial.
Tekanan Menurun dari Bawah, Kekhawatiran Naik dari Atas
Berdasarkan data Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), kelompok rumah tangga berpendapatan rendah (≤ Rp1,5 juta/bulan) mengalami penurunan IMK terdalam—turun 12,5 poin. Disusul kelas menengah atas (Rp3 juta–Rp7 juta) yang juga tertekan dengan penurunan 7,2 poin. Bahkan kelompok berpendapatan di atas Rp7 juta, yang biasanya stabil, mulai menunjukkan retak—meski IMK mereka masih di atas 100, penurunannya sebesar 1,1 poin menandai sinyal waspada.
Saya Tak Lagi Menabung, Saya Bertahan Hidup
Kecenderungan masyarakat untuk tidak menabung atau menabung di bawah target makin mencolok. Sebanyak 56,7% responden mengaku hanya bisa menabung lebih kecil dari yang direncanakan. Pada waktu yang sama, Indeks Intensitas Menabung (IIM) terjun ke 65,1 poin, turun 7,1 poin dari bulan lalu.
Hal ini menunjukkan bahwa menabung—yang dulunya diasosiasikan dengan perencanaan masa depan—kini telah bergeser menjadi semacam “kemewahan” yang tidak semua orang bisa lakukan. Sementara itu, Indeks Waktu Menabung (IWM) juga ikut melemah, meskipun sedikit responden (29,0%) merasa ini waktu yang tepat untuk menabung.
Beban Pendidikan, Banjir, dan Cicilan: Kombinasi yang Mencekik
LPS mengaitkan penurunan IMK dan IIM dengan beberapa tekanan musiman dan struktural: Tahun ajaran baru 2025/2026 yang menyebabkan lonjakan pengeluaran pendidikan.
Kewajiban cicilan utang yang meningkat dan menggerus tabungan.
Cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan kegagalan panen di berbagai wilayah, ikut memukul daya beli masyarakat, terutama di daerah rural.
Kepercayaan Ekonomi Ikut Tergerus
Tidak hanya niat menabung yang menurun, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) juga turun ke 99,7 poin, melemah 3,4 poin secara bulanan (MoM).
Penurunan paling mencolok justru datang dari kelas atas, yaitu rumah tangga berpendapatan di atas Rp7 juta, yang IKK-nya turun hingga 14,6 poin. Diikuti kelompok berpendapatan ≤ Rp1,5 juta dengan kontraksi 8,8 poin.
Indeks Ekspektasi (IE), yang biasanya menunjukkan optimisme masa depan, juga terkontraksi dari 118,9 ke 114,9.
Perekonomian yang Terasa Jauh Meski Dekat
Apa arti data ini? Bukan sekadar angka yang turun, tapi turunnya rasa aman, rasa punya kendali, dan rasa percaya terhadap masa depan. Kelas bawah makin sulit bertahan, sementara kelas atas mulai bersiap menghadapi krisis yang belum terlihat bentuknya.
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin krisis daya tahan finansial rumah tangga menjadi ancaman sosial berikutnya—lebih sunyi dari inflasi, tapi lebih dalam dampaknya.
Laporan : Zenitiya| Editor : Zaiful Bahri