Aqil Wahid: Dari Sumenep untuk Masa Depan AI Indonesia

Ach Nur Aqil Wahid. Pemuda Sumenep Madura Ahli AI
Foto : Ach Nur Aqil Wahid membagikan fotonya mengenakan almamater Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Nataindonesia.com – Sumenep, pulau di ujung timur Madura, mungkin tidak pernah membayangkan bahwa salah satu putranya akan menekuni bidang yang terdengar asing bagi banyak warga: kecerdasan buatan. Namun, dari tanah penuh tradisi itu, lahir sosok muda bernama Ach Nur Aqil Wahid—seorang talenta AI yang kini tengah membangun jembatan antara teknologi dan tanah kelahiran.

Nama Aqil mulai dikenal sebagai salah satu pemuda Madura yang menekuni bidang AI secara serius dan berkelanjutan. Ironisnya, sebagian besar karyanya justru lebih dulu dimanfaatkan oleh pihak-pihak dari luar Madura. Sebuah ironi sekaligus tantangan yang justru memperkuat tekadnya untuk suatu hari kembali—membawa pulang teknologi ke tempat asalnya.

Saat ini, Aqil sedang menempuh studi Magister AI di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta—salah satu kampus paling bergengsi di Indonesia. Sembari kuliah, ia juga aktif sebagai instruktur di Inixindo Jogja, sebuah perusahaan konsultan IT yang bergerak di bidang pelatihan dan pengembangan SDM digital.

Baca Juga:  Inspiratif! 4 Fakta Tegar Aditya Sukses Capai Finansial Freedom di Usia Muda 

Dari Madura ke Yogyakarta: Mimpi Kemajuan Daerah

Lahir di Sumenep 23 tahun lalu, masa kecil Aqil dilalui seperti anak-anak pada umumnya. Ia menempuh pendidikan dasar di SDN Pabian dan SMP Negeri 1 Sumenep, lalu melanjutkan ke SMA Negeri 1 Sumenep.

Kesempatan kuliah sempat membawanya memilih antara Universitas Telkom Surabaya dan Universitas Trunojoyo Madura. Namun, atas dorongan sang ayah, Aqil akhirnya merantau ke Yogyakarta—bukan ke kampus ternama, tapi Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), dengan fokus studi di bidang Artificial Intelligence.

Di sanalah tekadnya mengkristal. Aqil menyelesaikan studi sarjananya hanya dalam waktu 3,5 tahun, dan bahkan mengonversi tugas akhir menjadi riset akademik berbasis isu lokal: penerapan Association Rule untuk diagnosa penyakit di wilayah Sumenep, menggunakan algoritma FP-Growth. Riset itu berhasil dipublikasikan di jurnal nasional.

Merancang Masa Depan Lewat Teknologi

Bakat Aqil terus menguat. Ia menjadi asisten dosen, ikut dalam proyek riset, dan mengambil magang di PT Widya Robotic, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang computer vision. Menjelang kelulusan, ia sempat memimpin tim riset dan pengembangan AI di PT Ide Jualan Creative—perusahaan digital yang mengembangkan solusi AI untuk sektor komersial.

Baca Juga:  Pekerjaan IT Tanpa Coding, Peluang Besar di Era Digital

Namun lebih dari sekadar karier, Aqil menyimpan visi besar. “Kalau revolusi industri pertama membantu tenaga manusia, maka AI hari ini membantu pikiran manusia untuk mencipta dan berkarya,” ujarnya. Diwawancara nataindonesia.com pada Ahad 15 Juni 2025.

Bagi Aqil, AI bukan sekadar alat, tapi sebuah tonggak peradaban baru. Dalam pandangannya, Indonesia tidak bisa terus berjalan lambat sementara negara-negara maju sudah memanfaatkan AI untuk percepatan industri dan pelayanan publik.

“AI adalah keniscayaan. Seperti media cetak yang perlahan tergantikan oleh media digital, AI juga akan menggantikan cara kerja lama. Pilihannya sederhana: dimanfaatkan atau ditinggalkan,” kata Aqil.

Baca Juga:  Mengenal AI dan OPenAI, Teknologi yang Dikhawtirkan Stephen Hawking dan Elon Musk

Mimpi yang Masih Terus Ia Ukir: Sumenep 4.0

Kini, Aqil tengah menyiapkan langkah pulang. Bukan pulang dalam arti fisik, tapi pulang sebagai intelektual muda yang ingin memberi kontribusi nyata. Ia bermimpi membangun sistem pelayanan publik yang lebih efisien di Kabupaten Sumenep, berbasis kecerdasan buatan.

“AI bisa membantu pemerintah bekerja lebih cepat, lebih akurat, dan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ucapnya penuh keyakinan.

Tapi, seperti semua teknologi besar, kunci penerapannya bukan terletak pada sistem itu sendiri, melainkan pada kemauan para pemimpin.

“Pertanyaannya sekarang, apakah para pemangku kebijakan siap digilas oleh perkembangan AI, atau justru memilih berdiri di atas gelombangnya? Semua tergantung pada keberanian mengambil keputusan hari ini,” pungkas Aqil.

Dari seorang anak kampung di ujung Madura, Aqil memilih untuk tidak hanya mengejar masa depan. Ia mencoba menciptakannya.