News  

Proyek Banjir Sumenep

Foto: Tebing sungai Babbalan sisi barat mengalami longsor hingga merusak jalan. (Nataindonesia.com/Rosy)

Nataindonesia.comBanjir di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Proyek Pengendalian Banjir yang berlokasi di Dusun Toros, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan, justru menimbulkan tanda tanya. Alih-alih menjadi solusi, proyek ini dinilai belum mampu meredam banjir yang justru semakin parah.

Hujan deras yang mengguyur Sumenep pada Selasa, 13 Mei 2025, mengakibatkan banjir dan longsor di beberapa wilayah. Salah satu titik banjir di Desa Patean bahkan memaksa pihak kepolisian menutup jalan utama antarprovinsi. Wilayah ini memang dikenal rawan banjir saat musim hujan, dan volume genangan air terus meningkat setiap tahunnya.

Di pusat kota, sejumlah ruas jalan utama terlihat seperti sungai. Air mengalir deras dari berbagai penjuru dan tidak tertampung dengan baik, hingga meluap ke badan jalan dan permukiman.

Banyak masyarakat yang membagikan video kondisi banjir di berbagai daerah di Sumenep. Sebagian warga terpaksa mengungsi, dan ada pula garasi rumah yang roboh. Salah satunya terjadi di Desa Babbalan, wilayah yang sebelumnya diklaim aman dari banjir dan erosi.

Baca Juga:  Mulan Jameela Giring Keseharian Masyarakat Amalkan 4 Pilar Kebangsaan

Warga Desa Babbalan, Kecamatan Kota Sumenep, juga membagikan video yang memperlihatkan tujuh unit pompa air dikerahkan untuk menyedot genangan yang masuk ke area perkampungan.

Ayung Krisnandi, warga setempat, menyatakan bahwa area perkampungannya tidak pernah mengalami banjir, bahkan saat hujan deras sekalipun. Namun sejak ada pembangunan Proyek Pengendalian Banjir yang membangun tebing sungai di dekat permukiman, banjir dan lumpur mulai masuk ke kampung.

“Dari dulu tidak pernah terjadi banjir di sini,” kata Ayung saat diwawancarai Nataindonesia.com pada Kamis, 15 Mei 2025.

Ia juga menambahkan bahwa banjir dan longsor mulai terjadi sejak pembangunan Rumah Sakit Baghraf Health Clinic (BHC) di dekat sungai, hanya sekitar tiga meter dari garis sempadan.

“Ya, sejak ada pembangunan itu (rumah sakit BHC),” lanjutnya.

Protes atas Dugaan Pelanggaran Pembangunan

Pembangunan RS BHC sempat menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk aktivis dan DPRD Sumenep. Komisi III DPRD bahkan turut menyuarakan keprihatinan atas dugaan pelanggaran aturan pembangunan. Hal ini telah diberitakan oleh sejumlah media nasional.

Baca Juga:  Peringatan BMKG: Waspada Gelombang Tinggi Perairan Utara dan Selatan Indonesia!

Pada 9 Juni 2023, HMI Cabang Sumenep menggelar audiensi dengan Dinas PUTR. Mereka menilai pembangunan RS BHC melanggar aturan zonasi karena terlalu dekat dengan sempadan sungai. Dalam audiensi itu, mereka menekankan potensi kerusakan lingkungan yang dapat berdampak pada permukiman warga. Aksi ini berlanjut hingga dua bulan berikutnya, dari audiensi hingga aksi demonstrasi.

Fakta Pembangunan RS BHC dan Penggunaan Dana Negara

Pembangunan RS BHC di tepi sungai Desa Babbalan diduga menjadi penyebab kerusakan pada tebing sungai, terutama di sisi timur akibat penggalian pondasi beton. Sisi barat sungai pun mengalami pengikisan karena aliran air. Kondisi ini membutuhkan perbaikan dan penguatan tebing untuk mencegah longsor yang semakin meluas.

Pada saat yang sama, negara tiba-tiba mengeluarkan program pengendalian banjir untuk Kabupaten Sumenep. Lokasinya tepat pada tebing sungai yang rusak akibat pembangunan. Sebuah kebetulan?

Pada tahun 2023, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR mengucurkan anggaran untuk proyek pengendalian banjir di sekitar pembangunan RS BHC. Proyek ini dikerjakan oleh CV Cendana Indah yang beralamat di Jl. H Abdullah, Desa Glisgis, Sampang, dengan nilai kontrak sebesar Rp6.674.408.670.

Baca Juga:  32 Ekor Sapi Tenggelam di Luatan Sumenep

Tahun berikutnya, pada 2024, proyek kembali mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp19.025.440.543 dan dilaksanakan oleh PT Diatas Jaya Mandiri yang beralamat di Jl. Darmo Permai Utara 27/11, Surabaya.

Namun, proyek tersebut dinilai belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Salah satu akses jalan utama warga Babbalan kini mengalami kerusakan parah akibat longsor pada tebing sungai.

Ayung kembali menegaskan, sejak proyek tersebut berjalan, air dan lumpur dari sungai kerap meluap ke permukiman warga.

“Ya ini lumpur naik, bahkan jalan juga sudah rusak,” ungkapnya.

Proyek bernilai puluhan miliar ini seharusnya menjadi pelindung. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banjir terus meluas, longsor mengancam, dan warga harus membayar mahal untuk pembangunan yang tidak mereka minta. (Red/sy)